Sabtu, 26 Juli 2014

Jangan Pernah Berhenti Berdoa Kepada Allah


Kisah nyata, terjadi di Pakistan.

Seorang Dr Ahli Bedah terkenal (Dr. Ishan) tergesa-gesa menuju airport. Beliau berencana akan menghadiri Seminar Dunia dalam bidang kedokteran, yang akan membahas penemuan terbesarnya di bidang kedokteran.

Setelah perjalanan pesawat sekitar 1 jam, tiba-tibs diumumkan bahwa pesawat mengalami gangguan dan harus mendarat di airport terdekat.

Beliau mendatangi ruangan penerangan dan berkata: Saya ini dokter special, tiap menit nyawa manusia bergantung ke saya, dan sekarang kalian meminta saya menunggu pesawat diperbaiki dalam 16 jam?

Pegawai menjawab: Wahai dokter, jika anda terburu-buru anda bisa menyewa mobil, tujuan anda tidak jauh lagi dari sini, kira-kira dengan mobil 3 jam tiba. 

Dr. Ishan setuju dengan usul pegawai tersebut dan menyewa mobil. Baru berjalan 5 menit, tiba-tiba cuaca mendung, disusul dengan hujan besar disertai petir yang mengakibatkan jarak pandang sangat pendek.

Setelah berlalu hampir 2 jam, mereka tersadar mereka tersesat dan terasa kelelahan. Terlihat sebuah rumah kecil tidak jauh dari hadapannya, dihampirilah rumah tersebut dan mengetuk pintunya. Terdengar suara seorang wanita tua: Silahkan masuk, siapa ya? Terbukalah pintunya.

Dia masuk dan meminta kepada ibu tersebut untuk istirahat duduk dan mau meminjam telponnya. Ibu itu tersenyum dan berkata: Telpon apa Nak? Apa anda tidak sadar ada dimana? Disini tidak ada listrik, apalagi telepon. Namun demikian, masuklah silahkan duduk saja dulu istirahat, sebentar saya buatkan teh dan sedikit makanan utk menyegarkan dan mengembalikan kekuatan anda.

Dr. Ishan mengucapkan terima kasih kepada ibu itu, lalu memakan hidangan. Sementara ibu itu sholat dan berdoa serta perlahan-lahan mendekati seorang anak kecil yang terbaring tak bergerak diatas kasur disisi ibu tersebut, dan dia terlihat gelisah diantara tiap sholat. Ibu tersebut melanjutkan sholatnya dengan do'a yang panjang. 

Dokter mendatanginya dan berkata: Demi Allah, anda telah membuat saya kagum dengan keramahan anda dan kemuliaan akhlak anda, semoga Allah menjawab do'a-do'a anda.

Berkata ibu itu: Nak, anda ini adalah ibnu sabil yang sudah diwasiatkan Allah untuk dibantu. Sedangkan do'a-do'a saya sudah dijawab Allah semuanya, kecuali satu.

Bertanya Dr. Ishan: Apa itu do'anya?

Ibu itu berkata: Anak ini adalah cucu saya, dia yatim piatu. Dia menderita sakit yang tidak bisa disembuhkan oleh dokter-dokter yang ada disini. Mereka berkata kepada saya ada seorang dokter ahli bedah yang akan mampu menyembuhkannya; katanya namanya Dr. Ishan, akan tetapi dia tinggal jauh dari sini, yang tidak memungkinkan saya membawa anak ini ke sana, dan saya khawatir terjadi apa-apa di jalan. Makanya saya berdo'a kepada Allah agar memudahkannya.

Menangislah Dr. Ishan dan berkata sambil terisak: Allahu Akbar, Laa haula wala quwwata illa billah. Demi Allah, sungguh do'a ibu telah membuat pesawat rusak dan harus diperbaiki lama serta membuat hujan petir dan menyesatkan kami, Hanya untuk mengantarkan saya ke ibu secara cepat dan tepat. Saya lah Dr. Ishan Bu, sungguh Allah swt telah menciptakan sebab seperti ini kepada hambaNya yang mu-min dengan do'a.
Ini adalah perintah Allah kepada saya untuk mengobati anak ini.

Kesimpulan:
Jangan pernah berhenti berdo'a sampai Allah menjawabnya.

Sumber: https://m.facebook.com/moslem.channel/posts/10152344390055680

Rabu, 26 Maret 2014

Haruskah Pernikahan Di Dasari Rasa Cinta? (Kisah Nyata)



Seorang akhwat menceritakan kenangan masa lalunya yang tak terlupakan:

“Namaku Mariani, orang-orang biasa memangilku Aryani. Ini adalah kisah perjalanan hidupku yang hingga hari ini masih belum lengkang dalam benakku. Sebuah kisah yang nyaris membuatku menyesal seumur hidup bila aku sendiri saat itu tidak berani mengambil sikap. Yah, sebuah perjalanan kisah yang sungguh aku sendiri takjub dibuatnya, sebab aku sendiri menyangka bahwa di dunia ini mungkin tak ada lagi orang seperti dia.

Tahun 2007 silam, aku dipaksa orang tuaku menikah dengan seorang pria, Kak Arfan namanya. Kak Arfan adalah seorang lelaki yang tinggal sekampung denganku, tapi dia seleting dengan kakakku saat sekolah dulu. Usia kami terpaut 4 Tahun. Yang aku tahu bahwa sejak kecilnya Kak Arfan adalah anak yang taat kepada orang tuanya dan juga rajin ibadah. Tabiatnya yang seperti itu terbawa-bawa sampai ia dewasa. Aku merasa risih sendiri dengan Kak Arfan apabila berpapasan dijalan, sebab sopan santunya sepertinya terlalu berlebihan pada orang-orang. Geli aku menyaksikannya, yah, kampungan banget gelagatnya…,

Setiap ada acara-acara ramai di kampung pun Kak Arfan tak pernah kelihatan bergabung sama teman-teman seusianya. Yaah, pasti kalau dicek ke rumahnya pun gak ada, orang tuanya pasti menjawab “Kak Arfan di mesjid nak, menghadiri taklim”. Dan memang mudah sekali mencari Kak Arfan, sejak lulus dari Pesantren Al-Khairat Kota Gorontalo.

Kak Arfan sering menghabiskan waktunya membantu orang tuanya jualan, kadang terlihat bersama bapaknya di kebun atau di sawah. Meskipun kadang sebagian teman sebayanya menyayangkan potensi dan kelebihan-kelebihannya yang tidak tersalurkan. Secara fisik memang Kak Arfan hampir tidak sepadan dengan ukuran ekonomi keluarganya yang pas-pasan. Sebab kadang gadis-gadis kampung suka menggodanya kalau Kak Arfan dalam keadaan rapi menghadiri acara-acara di desa.
Tapi bagiku sendiri, itu adalah hal yang biasa-biasa saja, sebab aku sendiri merasa bahwa sosok Kak Arfan adalah sosok yang tidak istimewa. Apa istimewanya menghadiri taklim, kuper dan kampunga banget. Kadang hatiku sendiri bertanya, koq bisa yah, ada orang yang sekolah di kota namun begitu kembali tak ada sedikitpun ciri-ciri kekotaan melekat pada dirinya, HP gak ada. Selain bantu orang tua, pasti kerjanya ngaji, sholat, taklim dan kembali ke kerja lagi. Seolah riang lingkup hidupnya hanya monoton pada itu-itu saja, ke biosokop kek, ngumpul bareng teman-teman kek stiap malam minggunya di pertigaan kampung yang ramainya luar biasa setiap malam minggu dan malam kamisnya. Apalagi setiap malam kamis dan malam minggunya ada acara curhat kisah yang TOP banget disebuah station Radio Swasta digotontalo, kalau tidak salah ingat nama acaranya Suara Hati dan nama penyiarnya juga Satrio Herlambang.

Waktu terus bergulir dan seperti gadis-gadis modern pada umumnya yang tidak lepas dengan kata Pacaran, akupun demikian. Aku sendiri memiliki kekasih yang begitu sangat aku cintai, namanya Boby. Masa-masa indah kulewati bersama Boby. Indah kurasakan dunia remajaku saat itu. Kedua orang tua Boby sangat menyayangi aku dan sepertinya memiliki sinyal-sinyal restunya atas hubungan kami. Hingga musibah itu tiba, aku dilamar oleh seorang pria yang sudah sangat aku kenal. Yah siapa lagi kalau bukan si kuper Kak Arfan lewat pamanku. Orang tuanya Kak Arfan melamarku untuk anaknya yang kampungan itu.

Mendengar penuturan mama saat memberitahu padaku tentang lamaran itu, kurasakan dunia ini gelap, kepalaku pening…, aku berteriak sekencang-kencangnya menolak permintaan lamaran itu dengan tegas dan terbelit-belit aku sampaikan langsung pada kedua orang tuaku bahwa aku menolak lamaran keluarganya Kak Arfan. dan dengan terang-terangan pula aku sampaikan pula bahwa aku memiliki kekasih pujaan hatiku, Boby.

Mendengar semua itu ibuku shock dan jatuh tersungkur kelantai. Akupun tak menduga kalau sikapku yang egois itu akan membuat mama shock. Baru kutahu bahwa yang menyebabkan mama shok itu karena beliau sudah menerima secara resmi lamaran dari orang tuanya Kak Arfan. Hatiku sedih saat itu, kurasakan dunia begitu kelabu. Aku seperti menelan buah simalakama, seperti orang yang paranoid, tidak tahu harus ikut kata orang tua atau lari bersama kekasih hatiku Boby.

Hatiku sedih saat itu. Dengan berat hati dan penuh kesedihan aku menerima lamaran Kak Arfan untuk menjadi istrinya dan kujadikan malam terakhir perjumapaanku dengan Boby di rumahku untuk meluapkan kesedihanku. Meskipun kami saling mencintai, tapi mau tidak mau Boby harus merelakan aku menikah dengan Kak Arfan. Karena dia sendiri mengakui bahwa dia belum siap membina rumah tangga saat itu.

Tanggal 11 Agustus 2007 akhirnya pernikahanku pun digelar. Aku merasa bahwa pernikahan itu begitu menyesakkan dadaku. Air mataku tumpah di malam resepsi pernikahan itu. Di tengah senyuman orang-orang yang hadir pada acara itu, mungkin akulah yang paling tersiksa. Karena harus melepaskan masa remajaku dan menikah dengan lelaki yang tidak pernah kucintai. Dan yang paling membuatku tak bias menahan air mataku, mantan kekasihku boby hadir juga pada resepsi pernikahan tersebut. Ya Allah mengapa semua ini harus terjadi padaku ya Allah… mengapa aku yang harus jadi korban dari semua ini?

Waktu terus berputar dan malam pun semakin merayap. Hingga usailah acara
resepsi pernikahan kami. Satu per satu para undangan pamit pulang hingga sepi lah rumah kami. Saat masuk ke dalam kamar, aku tidak mendapati suamiku Kak Arfan di dalamnya. Dan sebagai seorang istri yang hanya terpaksa menikah dengannya, maka aku pun membiarkannya dan langsung membaringkan tubuhku setalah sebelumnya menghapus make-up pengantinku dan melepaskan gaun pengantinku. Aku bahkan tak perduli kemana suamiku saat itu. Karena rasa capek dan diserang kantuk, aku pun akhirnya tertidur.

Tiba-tiba di sepertiga malam, aku tersentak tatkala melihat ada sosok hitam yang berdiri disamping ranjang tidurku. Dadaku berdegup kencang. Aku hampir saja berteriak histeris, andai saja saat itu tak kudengar serua takbir terucap lirih dari sosok yang berdiri itu. Perlahan kuperhatikan dengan seksama, ternyata sosok yang berdiri di sampingku itu adalah Kak Arfan suamiku yang sedang sholat tahajud. Perlahan aku baringkan tubuhku sambil membalikkan diriku membelakanginya yang saat itu sedang sholat tahajud. Ya Allah aku lupa bahwa sekarang aku telah menjadi istrinya Kak Arfan. Tapi meskipun demikian, aku masih tak bisa menerima kehadirannya dalam hidupku. Saat itu karena masih dibawah perasan ngantuk, aku pun kembali teridur. Hingga pukul 04.00 dini hari, kudapati suamiku sedang tidur beralaskan sajadah dibawah ranjang pengantin kami.

Dadaku kembali berdetak kencang kala mendapatinya. Aku masih belum percaya kalau aku telah bersuami. Tapi ada sebuah pertanyaaan terbetik dalam benakku. Mengapa dia tidak tidur di ranjang bersamaku. Kalaupun dia belum ingin menyentuhku, paling gak dia tidur seranjang denganku itukan logikanya. Ada apa ini? ujarku perlahan dalam hati. Aku sendiri merasa bahwa mungkin malam itu Kak Arfan kecapekan sama sepertiku sehingga dia tidak mendatangiku dan menunaikan kewajibannya sebagai seorang suami. Tapi apa peduliku dengan itu semua, toh akupun tidak menginginkannya, gumamku dalam hati.

Hari-hari terus berlalu. Kami pun mejalani aktifitas kami masing-masing, Kak
Arfan bekerja mencari rezeki dengan pekerjaannya. Sedangkan aku di rumah berusaha semaksimal mungkin untuk memahami bahwa aku telah bersuami dan memiliki kewajiban melayani suamiku. Yah minimal menyediakan makanannya, meskipun kenangan-kenangan bersama Boby belum hilang dari benakku, aku bahkan masih merindukannya.

Semula kufikir bahwa prilaku Kak Arfan yang tidak pernah menyentuhku dan menunaikan kewajibannya sebagai suami itu hanya terjadi malam pernikahan kami. Tapi ternyata yang terjadi hampir setiap malam sejak malam pengantin itu, Kak Arfan selalu tidur beralaskan permadani di bawah ranjang atau tidur di atas sofa dalam kamar kami. Dia tidak pernah menyentuhku walau hanya menjabat tanganku. Jujur segala kebutuhanku selalu dipenuhinya. Secara lahir dia selalu mafkahiku, bahkan nafkah lahir yang dia berikan lebih dari apa yang aku butuhan. Tapi soal biologis, Kak Arfan tak pernah sama sekali mengungkit- ungukitnya atau menuntutnya dariku. Bahkan yang tidak pernah kufahami, pernah secara tidak sengaja kami bertabrakan di depan pintu kamar, Kak Arfan meminta maaf seolah merasa bersalah karena telah menyetuhku.

Ada apa dengan Kak Arfan? Apakah dia lelaki normal? kenapa dia begitu dingin padaku? apakah aku kurang di matanya? atau? pendengar, jujur merasakan semua itu, membuat banyak pertanyaan berkecamuk dalam benakku. Ada apa dengan suamiku? bukankah dia adalah pria yang beragama dan tahu bahwa menafkahi istri itu secara lahir dan batin adalah kewajibannya? ada apa dengannya? padahal setiap hari dia mengisi acara-acara keagamaan di mesjid. Dia begitu santun pada orang-orang dan begitu patuh kepada kedua orangtuanya. Bahkan terhadap aku pun hampir semua kewajibannya telah dia tunaikan dengan hikmah, tidak pernah sekali pun dia bersikap kasar dan berkata-kata keras padaku. Bahkan Kak Arfan terlalu lembut bagiku.

Tapi satu yang belum dia tunaikan yaitu nafkah batinku. Aku sendiri saat mendapat perlakuan darinya setiap hari yang begitu lembutnya mulai menumbuhkan rasa cintaku padanya dan membuatku perlahan-lahan melupakan masa laluku bersama Boby. Aku bahkan mulai merindukannya tatkala dia sedang tidak dirumah. Aku bahkan selalu berusaha menyenangkan hatinya dengan melakukan apa-apa yang dia anjurkannya lewat ceramah-ceramahnya pada wanita-wanita muslimah, yakni mulai memakai busana muslimah yang syar’i.

Memang dua hari setelah pernikahan kami, Kak Arfan memberiku hadiah yang diisi dalam karton besar. Semula aku mengira bahwa hadiah itu adalah alat-alat rumah tangga. Tapi setelah kubuka, ternyata isinya lima potong jubah panjang berwarna gelap, lima buah jilbab panjang sampai selutut juga berwana gelap, lima buah kaos kaki tebal panjang berwarnah hitam dan lima pasang manset berwarna gelap pula. Jujur saat membukanya aku sedikit tersinggung, sebab yang ada dalam bayanganku bahwa inilah konsekuensi menikah dengan seorang ustadz. Aku mengira bahwa dia akan memaksa aku untuk menggunakannya. Ternyata dugaanku salah sama sekali. Sebab hadiah itu tidak pernah disentuhnya atau ditanyakannya. 

Kini aku mulai menggunakannya tanpa paksaan siapapun. Kukenakan busana itu agar diatahu bahwa aku mulai menganggapnya istimewa. Bahkan kebiasaannya sebelum tidur dalam mengajipun sudah mulai aku ikuti. Kadang ceramah-ceramahnya di mesjid sering aku ikuti dan aku praktekan di rumah.

Tapi satu yang belum bisa aku mengerti darinya. Entah mengapa hingga enam bulan pernikahan kami dia tidak pernah menyentuhku. Setiap masuk kamar pasti sebelum tidur, dia selalu mengawali dengan mengaji, lalu tidur di atas hamparan permadani dibawah ranjang hingga terjaga lagi di sepertiga malam, lalu melaksanakan sholat tahajud. Hingga suatu saat Kak Arfan jatuh sakit. Tubuhnya demam dan panasnya sangat tinggi. Aku sendiri bingung bagaimana cara menanganinya. Sebab Kak Arfan sendiri tidak pernah menyentuhku. Aku khawatir dia akan menolakku bila aku menawarkan jasa membantunya. Ya Allah..apa yang harus aku lakukan saat ini. Aku ingin sekali meringankan sakitnya, tapi apa yang harus saya lakukan ya Allah..

Malam itu aku tidur dalam kegelisahan. Aku tak bisa tidur mendengar hembusan nafasnya yang seolah sesak. Kudengar Kak Arfan pun sering mengigau kecil. Mungkin karena suhu panasnya yang tinggi sehingga ia selalu mengigau. Sementara malam begitu dingin, hujan sangat deras disetai angin yang bertiup kencang. Kasihan Kak Arfan, pasti dia sangat kedinginan saat ini. Perlahan aku bangun dari pembaringan dan menatapnya yang sedang tertidur pulas. Kupasangkan selimutnya yang sudah menjulur kekakinya. Ingin sekali aku merebahkan diriku di sampingnya atau sekedar mengompresnya. Tapi aku tak tahu bagaimana harus memulainya. Hingga akhirnya aku tak kuasa menahan keinginan hatiku untuk mendekatkan tanganku di dahinya untuk meraba suhu panas tubuhnya.

Tapi baru beberapa detik tanganku menyentuh kulit dahinya, Kak Arfan terbangun dan langsung duduk agak menjauh dariku sambil berujar ”Afwan dek, kau belum tidur? kenapa ada di bawah? nanti kau kedinginan? ayo naik lagi ke ranjangmu dan tidur lagi, nanti besok kau capek dan jatuh sakit?” pinta kak Arfan padaku. Hatiku miris saat mendengar semua itu. Dadaku sesak, mengapa Kak Arfan selalu dingin padaku. Apakah dia menganggap aku orang lain. Apakah di hatinya tak ada cinta sama sekali untukku. Tanpa kusadari air mataku menetes sambil menahan isak yang ingin sekali kulapkan dengan teriakan. Hingga akhirnya gemuruh di hatiku tak bisa kubendung juga.

”Afwan kak, kenapa sikapmu selama ini padaku begitu dingin? kau bahkan tak
pernah mau menyentuhku walaupun hanya sekedar menjabat tanganku? bukankah aku ini istrimu? bukankah aku telah halal buatmu? lalu mengapa kau jadikan aku sebagai patung perhiasan kamarmu? apa artinya diriku bagimu kak? apa artinya aku bagimu kak? kalau kau tidak mencintaiku lantas mengapa kau menikahiku? mengapa kak? mengapa?” Ujarku disela isak tangis yang tak bisa kutahan.

Tak ada reaksi apapun dari Kak Arfan menanggapi galaunya hatiku dalam tangis yang tersedu itu. Yang nampak adalah dia memperbaiki posisi duduknya dan melirik jam yang menempel di dinding kamar kami. Hingga akhirnya dia mendekatiku dan perlahan berujar padaku: 

”Dek, jangan kau pernah bertanya pada kakak tentang perasaan ini padamu. Karena sesungguhnya kakak begitu sangat mencintaimu. Tetapi tanyakanlah semua itu pada dirimu sendiri. Apakah saat ini telah ada cinta di hatimu untuk kakak? kakak tahu dan kakak yakin pasti suatu saat kau akan bertanya mengapa sikap kaka selama ini begitu dingin padamu. Sebelumnya kakak minta maaf bila semuanya baru kakk kabarkan padamu malam ini. Kau mau tanyakan apa maksud kakak sebenarnya dengan semua ini?" ujar Kak Arfan dengan agak sedikit gugup.

“Iya tolong jelaskan pada saya Kak, mengapa kakak begitu tega melakukan ini
pada saya? tolong jelaskan Kak?” Ujarku menimpali tuturnya kak Arfan.
“Hhhhhmmm, Dek kau tahu apa itu pelacur? dan apa pekerjaan seorang pelacur? afwan dek dalam pemahaman kakak, seorang pelacur itu adalah seorang wanita penghibur yang kerjanya melayani para lelaki hidung belang untuk mendapatkan materi tanpa peduli apakah di hatinya ada cinta untuk lelaki itu atau tidak. Bahkan seorang pelacur terkadang harus meneteskan air mata mana kala dia harus melayani nafsu lelaki yang tidak dicintainya. Bahkan dia sendiri tidak merasakan kesenangan dari apa yang sedang terjadi saat itu. kakak tidak ingin hal itu terjadi padamu dek.

Kau istriku dek, betapa bejatnya kakak ketika kakak harus memaksamu melayani kakak dengan paksaan saat malam pertama pernikahan kita. Sedangkan di hatimu tak ada cinta sama sekali buat kaka. Alangkah berdosanya kakak, bila pada saat melampiaskan birahi kakak padamu malam itu, sementara yang ada dalam benakmu bukanlah kakak tetapi ada lelaki lain. Kau tahu dek, sehari sebelum pernikahan kita digelar, kakak sempat datang ke rumahmu untuk memenuhi undangan Bapakmu. Tapi begitu kakak berada di depan pintu pagar rumahmu, kaka melihat dengan mata kepala kakak sendiri kesedihanmu yang kau lampiaskan pada kekasihmu boby. Kau ungkapkan pada Boby bahwa kau tidak mencintai kakak. Kau ungkapkan pada Boby bahwa kau hanya akan mencintainya selamanya. Saat itu kakak merasa bahwa kakak telah mermpas kebahagiaanmu.

Kakak yakin bahwa kau menerima pinangan kakak itu karena terpaksa. Kakak juga mempelajari sikapmu saat di pelaminan. Begitu sedihnya hatimu saat bersanding di pelaminan bersama kakak. Lantas haruskah kakak egois dengan mengabaikan apa yang kau rasakan saat itu. Sementara tanpa memperdulikan perasaanmu, kakak menunaikan kewajiban kakak sebagai suamimu di malam pertama. Semenatara kau sendiri akan mematung dengan deraian air mata karena terpaksa melayani kakak?

Kau istriku dek, sekali lagi kau istriku. Kau tahu, kakak sangat mencintaimu. Kakak akan menunaikan semua itu manakala di hatimu telah ada cinta untuk kakak. Agar kau tidak merasa diperkosa hak-hakmu. Agar kau bisa menikmati apa yang kita lakukan bersama. Alhamdulillah apabila hari ini kau telah mencintai kaka. Kakak juga merasa bersyukur bila kau telah melupakan mantan kekasihmu itu. Beberapa hari ini kakak perhatikan kau juga telah menggunakan busana muslimah yang syar’i. Pinta kakak padamu dek, luruskan niatmu, kalau kemarin kau mengenakan busana itu untuk menyenangkan hati kakak semata. Maka sekarang luruskan niatmu, niatkan semua itu untuk Allah ta’ala selanjutnya untuk kakak.”

Mendengar semua itu, aku memeluk suamiku. Aku merasa bahwa dia adalah lelaki terbaik yang pernah kujumpai selama hidupku. Aku bahkan telah melupakan Boby. Aku merasa bahwa malam itu, aku adalah wanita yang paling bahagia di dunia. Sebab meskipun dalam keadaan sakit, untuk pertama kalinya Kak Arfan mendatangiku sebagai seorang suami. Hari-hari kami lalui dengan bahagia. Kak arfan begitu sangat kharismatik. Terkadang dia seperti seorang kakak buatku dan terkadang seperti orang tua. Darinya aku banyak belajar banyak hal. Perlahan aku mulai meluruskan niatku dengan menggunakan busana yang syar’i, semata-mata karena Allah dan untuk menyenangkan hati suamiku.

Sebulan setelah malam itu, dalam rahimku telah tumbuh benih-benih cinta kami berdua. Alhamdulillah, aku sangat bahagia bersuamikan dia. Darinya aku belajar banyak tentang agama. Hari demi hari kami lalui dengan kebahagiaan. Ternyata dia mencintaiku lebih dari apa yang aku bayangkan. Dulu aku hampir saja melakukan tindakan bodoh dengan menolak pinangannya. Aku fikir kebahagiaan itu akan berlangsung lama diantara kami, setelah lahir Abdurrahman, hasil cinta kami berdua.

Di akhir tahun 2008, Kak Arfan mengalami kecelakaan dan usianya tidak panjang. Sebab Kak Arfan meninggal dunia sehari setelah kecelakaan tersebut. Aku sangat kehilangannya. Aku seperti kehilangan penopang hidupku. Aku kehilangan kekasihku. Aku kehilangan murobbiku, aku kehilangan suamiku. Tidak pernah terbayangkan olehku bahwa kebahagiaan bersamanya begitu singkat. Yang tidak pernah aku lupakan di akhir kehidupannya Kak Arfan, dia masih sempat menasehatkan sesuatu padaku:

“Dek.. pertemuan dan perpisahan itu adalah fitrahnya kehidupan. Kalau ternyata kita berpisah besok atau lusa, kakak minta padamu Dek.., jaga Abdurrahman dengan baik. Jadikan dia sebagai mujahid yang senantiasa membela agama, senantiasa menjadi yang terbaik untuk ummat. Didik dia dengan baik Dek, jangan sia-siakan dia.

Satu permintaan kakak.., kalau suatu saat ada seorang pria yang datang melamarmu, maka pilihlah pria yang tidak hanya mencintaimu. Tetapi juga mau menerima kehadiran anak kita.

Maafkan kakak Dek.., bila selama bersamamu, ada kekurangan yang telah kakak perbuat untukmu. Senantiasalah berdoa.., kalau kita berpisah di dunia ini..Insya Allah kita akan berjumpa kembali di akhirat kelak . Kalau Allah mentakdirkan kakak yang pergi lebih dahulu meninggalkanmu, Insya Allah kakak akan senantiasa menantimu..”

Demikianlah pesan terakhir Kak Arfan sebelum keesokan harinya Kak Arfan
meninggalkan dunia ini. Hatiku sangat sedih saat itu. Aku merasa sangat kehilangan. Tetapi aku berusaha mewujudkan harapan terakhirnya, mendidik dan menjaga Abdurrahman dengan baik. Selamat jalan Kak Arfan. Aku akan selalu mengenangmu dalam setiap doa-doaku, amiin. Wasallam”

NB : Kisah Nyata dari Akhwat di Gorontalo, Sulawesi Utara

Dikutip oleh Abul-Harits darihttp://januarpambudi.blogspot.com/2012/08/kisah-akhwat-gorontalo.html dengan sedikit perubahan

Kisah Akhwat Gorontalo | Januar Pambudi

sub'hanallah... cerita yg bener2 bagus akhuna januar,ane sampai menangis membacanya,semoga bisa menjadi ibroh buat kita semuanya...amien2

januarpambudi.blogspot.com

Selasa, 11 Maret 2014

Hidup Bahagia Dengan Sifat Tawakal



Pembaca yang dirahmati Allah. Manusia selalu diliputi berbagai urusan dalam kehidupan sehari-hari. Ada yang disibukkan dengan tugas kuliah, pekerjaan kantor, urusan rumah tangga, dan lain-lain. Tidak jarang kita jumpai perkara yang dihadapi sangat sulit, sehingga membuat hati kita cemas dan khawatir jika urusan kita tersebut tidak berjalan lancar bahkan gagal. Namun Islam mengajarkan kepada kita sifat tawakal terhadap seluruh perkara yang kita kerjakan, sehingga hati akan merasa tenang dan pada akhirnya menumbuhkan rasa bahagia bagaimanapun keadaan urusan kita tersebut. Bagaimana agar bisa seperti itu? Pada buletin kali ini, insyaa Allah akan kami ketengahkan mengenai hakikat tawakal.

Definisi tawakal
Tawakal adalah benarnya penyandaran diri kepada Allah dalam perkara yang mendatangkan manfaat dan mencegah bahaya disertai mengerjakan sebab/usaha yang Allah perintahkan (Majmu’ Fatawa wa Rasaa-il Ibnu ‘Utsaimin, 1/63). Dari definisi tersebut, dapat kita ketahui seorang muslim menyandarkan semua perkaranya kepada Allah disertai dengan melakukan usaha. Hati seorang muslim akan tenang ketika urusannya diserahkan kepada Allah Ta’ala. Karena Allah adalah Dzat yang Maha Kuasa dan Maha Mengetahui segala urusan. Seorang muslim tidak boleh semata-mata menyandarkan urusannya kepada usaha yang telah dikerjakannya atau menyandarkan urusannya kepada manusia. Karena manusia adalah makhluk yang lemah dan tidak punya kuasa untuk mewujudkan suatu perkara pun tanpa izin Allah Ta’ala.

Tawakal merupakan ibadah wajib yang diperintahkan Allah
Allah memerintahkan kepada hamba-Nya untuk bertawakal sebagaimana dalam firman-Nya (yang artinya), “Dan bertawakallah kepada Allah Yang Maha hidup (kekal) Yang tidak mati, dan bertasbihlah dengan memuji-Nya. Dan cukuplah Dia Maha Mengetahui dosa-dosa hamba-hamba-Nya.” (QS. Al Furqaan : 58). Ibnu Katsir menjelaskan, “Hendaklah bertawakal dalam semua urusanmu. Jadilah orang yang senantiasa bertawakal kepada Allah yang Maha Hidup dan tidak pernah mati.” (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 6/118).

Bahkan para ulama menjelaskan bahwa tawakal merupakan syarat benarnya iman seseorang. Hal ini berdasarkan firman Allah (yang artinya), “Dan hanya kepada Allah hendaknya kamu bertawakal, jika kamu benar-benar orang yang beriman” (QS. Al Maidah : 23). Pada ayat ini Allah mengaitkan keimanan seseorang dengan sifat tawakal. Syaikh As Sa’di mengatakan, “Ayat ini menunjukkan wajibnya sifat tawakal. Karena keimanan seseorang sesuai dengan tawakal yang dimilikinya” (Taisir Kariimir Rahman, 1/227).

Keutamaan sifat tawakal
Orang yang bertawakal akan memperoleh beberapa keutamaan yang besar. Diantara keutamaan tersebut adalah:

1. Allah akan mencukupkan urusannya

Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “… Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya….” (QS Ath Thalaaq : 2-3).

2. Sebab masuk surga tanpa hisab

Diantara keutamaan sifat tawakal adalah menjadi sebab bagi seseorang untuk masuk surga tanpa hisab. Sebagaimana dalam hadits panjang yang menceritakan keadaan umat dari nabi-nabi terdahulu. Diantara mereka ada umat Rasulullah yang masuk surga tanpa hisab dan tanpa siksa. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda tentang mereka, “Mereka itu tidak melakukan thiyarah (beranggapan sial), tidak meminta untuk diruqyah, dan tidak menggunakan kay (pengobatan dengan besi panas), dan hanya kepada Rabb merekalah, mereka bertawakal” (HR Bukhari).

3. Sebab mendapatkan rezeki

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Seandainya kalian benar-benar bertawakkal pada Allah, tentu kalian akan diberi rezeki sebagaimana burung diberi rezeki. Ia pergi di pagi hari dalam keadaan lapar dan kembali di sore hari dalam keadaan kenyang” (HR. Tirmidzi, derajat : hasan shahih)

4. Sebab terjaga dari gangguan syaitan

Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang berkata –yakni ketika keluar dari rumahnya : “Bismillāhi tawakkaltu ‘alallāh, laa haula wa laa quwwata illaa billāh” (Dengan nama Allah aku bertawakkal kepada Allah, tiada daya dan upaya kecuali dengan pertolongan Allah). Maka akan dikatakan kepadanya : ‘Engkau telah dicukupi dan dilindungi’. Dan setan akan menjauh darinya” (HR. At Tirmidzi, derajat : hasan shahih)

(Diambil dari kitab At Tawakal karya Syaikh Muhammad Shalih al Munajjid)

Bentuk tawakal yang keliru
Pembaca yang dirahmati Allah. Banyak kita jumpai di tengah masyarakat sikap tawakal yang salah. Hal ini terjadi karena salah memahami makna tawakal, Beberapa kesalahan tersebut antara lain :

1. Tawakal tanpa adanya usaha.

Sebagian orang ada yang berkeyakinan yang namanya tawakal tidak perlu disertai usaha. Mereka mengatakan, “Allah Maha Pemurah, pasti akan memberikan rezeki kepada kita, tidak perlu melakukan usaha ini dan itu”. Ini adalah perkara yang salah. Seseorang harus terlebih dahulu melakukan usaha/ikhtiar, kemudian setelah itu ia serahkan urusannya kepada Allah.

2. Tawakal kepada selain Allah.

Ini merupakan bentuk kemusyrikan. Karena tawakal merupakan salah satu bentuk ibadah, dan ibadah tidak boleh ditujukkan kepada selain Allah. Termasuk dalam hal ini adalah seseorang hanya mengandalkan kepada usaha yang ia lakukan, tanpa menyandarkan hasil usahanya kepada Allah. Atau seseorang menyandarkan diri kepada jimat, dukun, atau benda-benda yang dianggap kramat. Maka orang tersebut dapat terjatuh kepada kemusyrikan besar.

3. Tidak berdoa

Salah satu bentuk usaha yang dapat dilakukan seorang hamba adalah berdoa. Bahkan doa merupakan ibadah yang utama. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan Tuhanmu berfirman: “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Ku-perkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina.” (QS. Ghafir : 60). Oleh karena itu seorang hamba setelah ia berusaha, sudah seharusnya ia lengkapi usahanya dengan berdoa kepada Allah. Karena doa juga merupakan salah satu bentuk usaha kita. Bahkan tidak sedikit Allah mudahkan urusan hamba-Nya dengan sebab doa yang ia panjatkan.

Doa tersebut hendaknya dilakukan di waktu-waktu mustajab (waktu dikabulkannya doa) dan disertai dengan penuh harap. Diantara doa yang disyari’atkan adalah sebagaimana dalam firman Allah (yang artinya), “Musa berkata, “Rabbisyraḥlii shadrii, wa yassirlii amrii, waḥlul ‘uqdatam mil lisaani yafqohu qoulii’ [Ya Rabbku, lapangkanlah untukku dadaku, dan mudahkanlah untukku urusanku, dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku, supaya mereka mengerti perkataanku]” (QS. Thoha : 25-28).

Apabila tidak sesuai keinginan
Pembaca yang dirahmati Allah. Tidak semua yang kita rencanakan berjalan sesuai keinginan kita. Terkadang kita sudah berusaha dengan keras disertai dengan doa dan tawakal, namun ternyata Allah memiliki kehendak yang lain. Maka sebagai seorang yang beriman dengan takdir Allah dan beriman bahwa Allah memiliki sifat Al Hakim (Maha Bijaksana) kita harus yakin bahwa semua takdir yang menimpa kita mengandung kemaslahatan bagi hamba-Nya. Kita yakin terdapat hikmah dibalik semua kejadian yang menimpa kita. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “…Bisa jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan bisa jadi kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (QS. Al Baqarah : 216).

Kemudian apabila berkaitan dengan usaha kita dalam mencari rezeki, maka kita harus qona’ah (merasa cukup) terhadap rezeki yang telah Allah berikan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah Tabaraka wa Ta’ala menguji hamba-Nya dengan apa yang ia berikan kepadanya, maka barangsiapa yang rela dengan apa yang telah Allah ‘Azza wa Jalla bagikan maka niscaya Allah memberkahi baginya di dalam pemberiannya tersebut dan barangsiapa yang tidak rela, niscaya tidak diberkahi baginya” (HR. Ahmad, derajat : hasan).

Jika hal tersebut berkaitan dengan musibah, maka kita diajarkan sebuah doa dari Rasulullah. Ummu Salamah -salah satu istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam- berkata bahwa beliau pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Siapa saja dari hamba yang tertimpa suatu musibah lalu ia mengucapkan: “Innaa lillāhi wa innaa ilaihi raaji’uun. Allāhumma’jurnii fii mushiibatii wa akhlif lii khairan minhaa [Segala sesuatu adalah milik Allah dan akan kembali pada-Nya. Ya Allah, berilah ganjaran terhadap musibah ang menimpaku dan berilah ganti dengan yang lebih baik]”, maka Allah akan memberinya ganjaran dalam musibahnya dan menggantinya dengan yang lebih baik” (HR. Muslim).

Demikian sedikit pembahasan mengenai tawakal, semoga Allah menganugrahkan kepada kita sifat tawakal yang benar dan ridho terhadap semua takdir yang menimpa kita. Wallahu a’lam.

Penulis : Ndaru Triutomo, S.Si (Alumni Ma’had Al ‘Ilmi Yogyakarta)

MEWUJUDKAN TAUHID SEJATI DALAM DIRI

Sebagian orang ada yang berkomentar : ‘semua orang sudah paham tauhid’, atau mengatakan : ‘tauhid sudah ada di hati mereka.’, atau mengatakan : ‘tidak usah berdalam-dalam membahas tauhid.’, atau yang paling parah mengatakan : ‘dakwah tauhid akan memecah belah umat’. Wallahul musta’aan.

Pembaca yang budiman -semoga Allah merahmatimu- salah paham dalam masalah tauhid tentu saja memiliki akibat yang sangat membahayakan manusia. Bagaimana mungkin seseorang bisa merealisasikan tauhid jika pemahamannya tentang tauhid masih simpang siur? Oleh sebab itu pemahaman yang benar tentang tauhid merupakan kebutuhan yang sangat mendesak bagi kita semua, sebagaimana besarnya kebutuhan kita terhadap keikhlasan yang itu merupakan salah satu kunci diterimanya amal-amal kita.

Ibnul Qayyimrahimahullahmengatakan, “Pemahaman yang benar dan niat yang baik adalah termasuk nikmat paling agung yang dikaruniakan Allah kepada hamba-Nya. Bahkan tidaklah seorang hamba mendapatkan pemberian yang lebih utama dan lebih agung setelah nikmat Islam daripada memperoleh kedua nikmat ini. Bahkan kedua hal ini adalah pilar tegaknya agama Islam, dan Islam tegak di atas pondasi keduanya. Dengan dua nikmat inilah hamba bisa menyelamatkan dirinya dari terjebak di jalan orang yang dimurkai (al maghdhuubi ‘alaihim) yaitu orang yang memiliki niat yang rusak. Dan juga dengan keduanya ia selamat dari jebakan jalan orang sesat (adh- dhaalliin) yaitu orang-orang yang pemahamannya rusak. Sehingga dengan itulah dia akan termasuk orang yang meniti jalan orang yang diberi nikmat (an’amta ‘alaihim) yaitu orang-orang yang memiliki pemahaman dan niat yang baik. Mereka itulah pengikutshirathal mustaqim..” (I’laamul Muwaqqi’iin, 1/87, dinukil dari Min Washaaya Salaf, hal. 44)

Salah Paham tentang Tauhid

Syaikhul Islam mengatakan : ‘Tauhid yang diajarkan oleh para Rasul sesungguhnya mengandung penetapanuluhiyah/peribadahan semata-mata kepada Allah. Hal itu terwujud dengan mempersaksikan bahwa tiada yang berhak disembah kecuali Allah; tidak boleh dipuja kecuali Dia. Tidak boleh dijadikan tempat menggantungkan hati (tawakal) kecuali Dia. Tidak boleh menegakkan loyalitas kecuali karena-Nya. Tidaklah boleh bermusuhan kecuali karena-Nya. Dan tidak boleh beramal kecuali apabila tegak di atas ajaran agama-Nya. Dan tauhid ini juga mengandung kewajiban untuk menetapkan nama-nama dan sifat-sifat (kesempurnaan) yang ditetapkan-Nya bagi diri-Nya sendiri…’

Beliau melanjutkan : ‘Dan bukanlah yang dimaksud dengan tauhid sekedar mencakup tauhid rububiyah saja, yaitu keyakinan bahwa Allah semata yang menciptakan alam, sebagaimana sangkaan sebagian orang dari kalangan ahli kalam/filsafat dan penganut ajaran tashawwuf. Mereka mengira apabila telah berhasil menetapkan tauhid rububiyah itu dengan membawakan dalil atau bukti yang kuat maka mereka telah berhasil menetapkan puncak hakikat ketauhidan…’ (lihat Fathul Majid, hal. 15 dan 16)

Oleh sebab itu jangan heran apabila terdengar komentar dari sebagian orang, ‘Tauhid sudah diyakini orang’ dan semacamnya. Hal itu terjadi karena mereka mengira tauhid itu cukup dengan pengakuan bahwa Allah adalah satu-satunya Pencipta, Penguasa dan Pengatur alam semesta. Padahal sebenarnya bukan sekedar ketauhidan semacam itu yang diperintahkan Allah kepada mereka.

Syaikhul Islam mengatakan : ‘Tidaklah setiap orang yang meyakini bahwa Allah adalah Rabb dan pencipta segala sesuatu secara otomatis layak menyandang gelar sebagai hamba (penyembah) Allah.’ Kenapa demikian ? Beliau menjelaskan buktinya : ‘Karena sesungguhnya kaum musyrikin Arab telah mengakui bahwa Allah semata sebagai pencipta segala sesuatu. Meskipun demikian, mereka tetap dianggap sebagai orang-orang musyrik.’ (lihat Fathul Majid, hal. 16)

Syaikh Abdul ‘Aziz bin Baz rahimahullahmengatakan, “Dan tauhid jenis ini (yaitu tauhid rububiyah) telah diakui oleh orang-orang musyrik penyembah berhala. Meskipun kebanyakan dari mereka juga menentang adanya hari kebangkitan dan dikumpulkannya manusia (kelak di hari kiamat). Dan pengakuan ini belumlah memasukkan mereka ke dalam agama Islam karena kesyirikan mereka (dalam beribadah kepada-Nya) dengan menyembah arca dan berhala (disamping menyembah Allah) dan juga karena mereka tidak mau beriman terhadap Rasul Muhammadshallallahu ‘alaihi wa sallam” (lihat Syarah ‘Aqidah Ath Thahawiyah, hal. 18-19. cet Darul ‘Aqidah)

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaiminrahimahullah pernah ditanya :“Apakah kesyirikan yang dilakukan oleh kaum musyrikin yang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam diutus di tengah mereka ?” Maka beliau menjawab, “Apabila dilihat dari sisi kesyirikan orang-orang musyrik yang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallamdiutus di tengah mereka. Maka sesungguhnya letak kesyirikan mereka bukanlah dalam hal rububiyah. Karena Al-Qur’an Al-Karim menunjukkan bukti bahwa mereka itu adalah orang-orang yang mempersekutukan Allah dalam hal ibadah saja. Adapun dalam hal rububiyah, maka mereka itu beriman bahwa Allah adalah Rabb (pencipta dan pemelihara) satu-satunya. Mereka juga meyakini bahwa Allah lah yang bisa mengabulkan do’a orang-orang yang dalam keadaan terjepit. Mereka juga beriman bahwa Allah yang sanggup menyingkapkan berbagai keburukan dan bahaya, dan mereka juga mengakui hal-hal yang lainnya. Sebagaimana sudah disebutkan Allah tentang mereka yaitu pengakuan mereka terhadap keesaan rububiyah Allah ‘azza wa jalla. Akan tetapi mereka itu orang-orang yang mempersekutukan Allah dalam peribadahan, yaitu mereka menyembah sesembahan lain selain menyembah Allah. Dan ini merupakan kesyirikan yang mengeluarkan pelakunya dari agama…” (Fatawa Arkanil Islam, hal. 18)

Mewujudkan tauhid dengan sempurna

Syaikh Abdurrahman bin Hasanrahimahullahmenjelaskan bahwa makna merealisasikan tauhid ialah memurnikannya dari kotoran-kotoran syirik, bid’ah dan kemaksiatan (lihatIbthaalu Tandiid hal. 28) Sehingga untuk bisa merealisasikan tauhid seorang muslim harus :

  1. Meninggalkan kesyirikan dalam semua macamnya : syirik akbar, syirik ashghar dan syirik khafi
  2. Meninggalkan seluruh bentuk bid’ah
  3. Meninggalkan seluruh bentuk kemaksiatan (At-Tamhiid, hal. 33)

Tauhid benar-benar akan terwujud dengan sempurna pada diri seseorang apabila di dalam dirinya terkumpul tiga perkara, yaitu :

  1. Ilmu, karena tidak mungkin seseorang mewujudkan sesuatu yang tidak diketahuinya. Allah berfirman,

    فَاعْلَمْ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ

    Ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada sesembahan yang hak selain Allah” (QS. Muhammad : 19)

  2. Keyakinan (I’tiqad). Karena orang yang mengetahui tauhid tanpa meyakininya adalah orang yang sombong. Maka orang seperti ini tidak akan bisa merealisasikan tauhid. Hal itu sebagaimana keadaan orang musyrikin Quraisy yang paham makna tauhid tapi justru menolaknya, sebagaimana dikisahkan oleh Allah di dalam ayat-Nya,

    أَجَعَلَ الْآلِهَةَ إِلَهًا وَاحِدًا إِنَّ هَذَا لَشَيْءٌ عُجَابٌ

    (mereka berkata) Apakah dia (Muhammad) akan menjadikan tuhan-tuhan yang banyak itu menjadi satu sesembahan saja. Sungguh, ini adalah perkara yang sangat mengherankan !” (QS. Shaad : 5)

  3. Ketundukan (Inqiyad). Orang yang telah mengetahui hakikat tauhid dan meyakininya akan tetapi tidak mau tunduk terhadap konsekuensinya bukanlah orang yang merealisasikan tauhid. (lihat Al-Qaul Al-Mufid ‘ala Kitab At- Tauhid, jilid 1 hal. 55)

Semoga Allah memahamkan kita tentang tauhid dan meneguhkan kita di atasnya hingga kematian tiba.

Wa shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi wa shahbihi wa sallam. Walhamdulillahi Rabbil ‘alamin.

Penulis: Ari Wahyudi

Artikel Muslim.Or.Id

SYIRIK YANG SERING DIUCAPKAN

Kaum muslimin yang semoga selalu mendapatkan taufiq Allah Ta’ala. Kita semua telah mengetahui bahwa Allah adalah satu-satunya Rabb (Tuhan) alam semesta, Yang menciptakan kita dan orang-orang sebelum kita, Yang menjadikan bumi sebagai hamparan untuk kita mencari nafkah, dan Yang menurunkan hujan untuk menyuburkan tanaman sebagai rizki bagi kita. Setelah kita mengetahui demikian, hendaklah kita hanya beribadah kepada Allah semata dan tidak menjadikan bagi-Nya tandingan/sekutu dalam beribadah. Allah Ta’ala berfirman yang artinya, “Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezki untukmu; karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu mengetahui.” (Al Baqarah [2]: 22)

Lebih samar dari jejak semut di atas batu hitam di tengah kegelapan malam

Sahabat Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma –yang sangat luas dan mendalam ilmunya- menafsirkan ayat di atas dengan mengatakan, ”Yang dimaksud membuat sekutu bagi Allah (dalam ayat di atas, pen) adalah berbuat syirik. Syirik adalah suatu perbuatan dosa yang lebih sulit (sangat samar) untuk dikenali  daripada jejak semut yang merayap di atas batu hitam di tengah kegelapan malam.”

Kemudian Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma mencontohkan perbuatan syirik yang samar tersebut seperti, ‘Demi Allah dan demi hidupmu wahai fulan’, ‘Demi hidupku’ atau ‘Kalau bukan karena anjing kecil orang ini, tentu kita didatangi pencuri-pencuri itu’ atau ‘Kalau bukan karena angsa yang ada di rumah ini tentu datanglah pencuri-pencuri itu’, dan ucapan seseorang kepada kawannya ‘Atas kehendak Allah dan kehendakmu’, juga ucapan seseorang ‘Kalau bukan karena Allah dan karena fulan’. Akhirnya beliau radhiyallahu ‘anhuma mengatakan, ”Janganlah engkau menjadikan si fulan (sebagai sekutu bagi Allah, pen)  dalam ucapan-ucapan tersebut. Semua ucapan ini adalah perbuatan SYIRIK.” (HR. Ibnu Abi Hatim) (Lihat Kitab Tauhid, Syaikh Muhammad At Tamimi) Itulah syirik. Ada sebagian yang telah diketahui dengan jelas seperti menyembelih, bernadzar, berdo’a, meminta dihilangkan musibah (istighotsah) kepada selain Allah. Dan terdapat pula bentuk syirik (seperti dikatakan Ibnu Abbas di atas) yang sangat sulit dikenali (sangat samar). Syirik seperti ini ada 2 macam.

Pertama, syirik dalam niat dan tujuan. Ini termasuk perbuatan yang samar karena niat terdapat dalam hati dan yang mengetahuinya hanya Allah Ta’ala. Seperti seseorang yang shalat dalam keadaan ingin dilihat (riya’) atau didengar (sum’ah) orang lain. Tidak ada yang mengetahui perbuatan seperti ini kecuali Allah Ta’ala.

Kedua, syirik yang tidak diketahui oleh kebanyakan manusia. Syirik seperti ini adalah seperti syirik dalam ucapan (selain perkara i’tiqod/keyakinan). Syirik semacam inilah yang akan dibahas pada kesempatan kali ini. Karena kesamarannya lebih dari jejak semut yang merayap di atas batu hitam di tengah kegelapan malam. Oleh karena itu, sedikit sekali yang mengetahui syirik seperti ini secara jelas. (Lihat I’anatul Mustafid bisyarh Kitabut Tauhid, hal. 158, Syaikh Shalih bin Fauzan Al Fauzan)

Berikut ini akan disebutkan beberapa contoh syirik yang masih samar, dianggap remeh, dan sering diucapkan dengan lisan oleh manusia saat ini.

Mencela makhluk yang tidak dapat berbuat apa-apa

Perbuatan seperti ini banyak dilakukan oleh kebanyakan manusia saat ini –barangkali juga kita-. Lidah ini begitu mudahnya mencela makhluk yang tidak mampu berbuat sedikit pun, seperti di antara kita sering mencela waktu, angin, atau pun hujan. Misalnya dengan mengatakan, ‘Bencana ini bisa terjadi karena bulan ini adalah bulan Suro’ atau mengatakan ‘Sialan!Gara-gara angin ribut ini, kita gagal panen’ atau dengan mengatakan pula, ‘Aduh!! hujan lagi, hujan lagi’.

Lidah ini begitu mudah mengucapkan perkataan seperti itu. Padahal makhluk yang kita cela tersebut tidak mampu berbuat apa-apa kecuali atas kehendak Allah. Mencaci mereka pada dasarnya telah mencaci, mengganggu dan menyakiti yang telah menciptakan dan mengatur mereka yaitu Allah Ta’ala.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,“Allah Ta’ala berfirman, ‘Manusia menyakiti Aku; dia mencaci maki masa (waktu), padahal Aku adalah pemilik dan pengatur masa, Aku-lah yang mengatur malam dan siang menjadi silih berganti.’ ” (HR. Bukhari dan Muslim). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,”Janganlah kamu mencaci maki angin.” (HR. Tirmidzi, beliau mengatakan hasan shohih)

Dari dalil-dalil ini terlihat bahwa mencaci maki masa (waktu), angin dan makhluk lain yang tidak dapat berbuat apa-apa adalah terlarang. Larangan ini bisa termasuk syirik akbar (syirik yang mengeluarkan seseorang dari Islam) jika diyakini makhluk tersebut sebagai pelaku dari sesuatu yang jelek yang terjadi. Meyakini demikian berarti meyakini bahwa makhluk tersebut yang menjadikan baik dan buruk dan ini sama saja dengan menyatakan ada pencipta selain Allah. Namun, jika diyakini yang menakdirkan adalah Allah sedangkan makhluk-makhluk tersebut bukan pelaku dan hanya sebagai sebab saja, maka seperti ini termasuk keharaman, tidak sampai derajat syirik. Dan apabila yang dimaksudkan cuma sekedar pemberitaan, -seperti mengatakan,’Hari ini sangat panas sekali, sehingga kita menjadi capek’-, tanpa tujuan mencela sama sekali maka seperti ini tidaklah mengapa.

Bersumpah dengan menyebut nama selain Allah

Bersumpah dengan nama selain Allah juga sering diucapkan oleh orang-orang saat ini, seperti ucapan, ‘Demi Nyi Roro Kidul’ atau ‘Aku bersumpah dengan nama …’. Semua perkataan seperti ini diharamkan bahkan termasuk syirik. Karena hal tersebut menunjukkan bahwa dalam hatinya mengagungkan selain Allah kemudian digunakan untuk bersumpah. Padahal pengagungan seperti ini hanya boleh diperuntukkan kepada Allah Ta’ala semata. Barangsiapa mengagungkan selain Allah Ta’ala dengan suatu pengagungan yang hanya layak diperuntukkan kepada Allah Ta’ala, maka dia telah terjatuh dalam syirik akbar (syirik yang mengeluarkan seseorang dari Islam). Namun, apabila orang yang bersumpah tersebut tidak meyakini keagungan sesuatu yang dijadikan sumpahnya tersebut sebagaimana keagungan Allah Ta’ala, maka dia telah terjatuh dalam syirik ashgor (syirik kecil yang lebih besar dari dosa besar).

Berhati-hatilah dengan bersumpah seperti ini karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda yang artinya,”Barangsiapa bersumpah dengan nama selain Allah, maka ia telah berbuat kekafiran atau kesyirikan.” (HR. Tirmidzi dan Hakim dishahihkan Syaikh Al Albani dalam Shohihul Jaami’)

Menyandarkan nikmat kepada selain Allah

Perbuatan ini juga dianggap sepele oleh kebanyakan orang saat ini. Padahal menyandarkan nikmat kepada selain Allah termasuk syirik dan kekufuran kepada-Nya. Allah Ta’ala mengatakan tentang orang yang mengingkari nikmat Allah dalam firman-Nya yang artinya, ”Mereka mengetahui nikmat Allah, kemudian mereka mengingkarinya dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang kafir.” (An Nahl: 83)

Menurut salah satu penafsiran ayat ini : ‘Mereka mengenal berbagai nikmat Allah (yaitu semua nikmat yang disebutkan dalam surat An Nahl) dengan hati mereka, namun lisan mereka menyandarkan berbagai nikmat tersebut kepada selain Allah. Atau mereka mengatakan nikmat tersebut berasal dari Allah, akan tetapi hati mereka menyandarkannya kepada selain Allah’.

Menyandarkan nikmat kepada selain Allah termasuk syirik karena orang yang menyadarkan nikmat kepada selain Allah berarti telah menyatakan bahwa selain Allah-lah yang telah memberikan nikmat (ini termasuk syirik dalam tauhid rububiyah). Dan ini juga berarti dia telah meninggalkan ibadah syukur. Meninggalkan syukur berarti telah menafikan (meniadakan) tauhid. Setiap hamba mempunyai kewajiban untuk bersyukur atas nikmat yang telah Allah berikan.

Contoh dari hal ini adalah mengatakan ‘Rumah ini adalah warisan dari ayahku’. Jika memang cuma sekedar berita tanpa melupakan Sang Pemberi Nikmat yaitu Allah, maka perkataan ini tidaklah mengapa. Namun, yang dimaksudkan termasuk syirik di sini adalah jika dia mengatakan demikian dan melupakan Sang Pemberi Nikmat yaitu Allah Ta’ala.

Marilah kita berusaha tatkala mendapatkan nikmat, selalu bersyukur pada Allah dengan memenuhi 3 rukun syukur, yaitu: [1] Mensykuri nikmat tersebut dengan lisan, [2] Mengakui nikmat tersebut berasal dari Allah dengan hati, dan [3] Berusaha menggunakan nikmat tersebut dengan melakukan ketaatan kepada Allah.  (Lihat I’anatul Mustafid, hal. 148-149 dan Al Qoulul Mufid ‘ala Kitabit Tauhid, II/93)

Perbaikilah Diri

Jarang sekali manusia mengetahui bahwa hal-hal di atas termasuk kesyirikan dan kebanyakan orang selalu menyepelekan hal ini dengan sering mengucapkannya . Padahal Allah Ta’ala telah berfirman yang artinya, ”Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa syirik, dan dia mengampuni dosa yang berada di bawah syirik bagi siapa yang dikehendaki-Nya. (QS. An Nisa [4]: 116).

Oleh karena itu, sangat penting sekali bagi kita untuk mempelajari aqidah di mana perkara ini sering dilalaikan dan jarang dipelajari oleh kebanyakan manusia. Aqidah adalah poros dari seluruh perkara agama. Jika aqidah telah benar, maka perkara lainnya juga akan benar. Jika aqidah rusak, maka perkara lainnya juga akan rusak.

Hendaknya pula kita memperbaiki diri dengan selalu memikirkan terlebih dahulu apa yang kita hendak ucapkan. Ingatlah sabda Nabi yang mulia shallallahu ‘alaihi wa sallam, ”Boleh jadi seseorang mengucapkan suatu kata yang diridhai Allah namun tidak ia sadari, sehingga karena ucapannya ini Allah mengangkat derajatnya. Namun boleh jadi seseorang mengucapkan suatu kata yang dimurkai Allah dan tidak ia sadari, sehingga karena ucapannya ini Allah memasukkannya dalam neraka.” (HR. Bukhari)

Jika kita sudah terlanjur melakukan syirik yang samar ini, maka leburlah dengan do’a yang pernah diucapkan Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam: ’Allahumma inni a’udzubika an usyrika bika sya’an wa ana a’lamu wa astaghfiruka minadz dzanbilladzi laa a’lamu’ (Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari perbuatan menyukutakan-Mu dengan sesuatu padahal aku mengetahuinya. Aku juga memohon ampunan kepada-Mu dari kesyirikan yang tidak aku sadari) (HR. Ahmad). [Muhammad Abduh Tuasikal]

Buletin.muslim.or.id

MENGENAL KESYIRIKAN & BAHAYANYA



Segala puji hanyalah bagi Allah, satu-satunya Rabb yang berhak disembah, tiada sekutu bagi-Nya. Shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada Rasulullah, yang senantiasa mengajak umatnya untuk selalu mengesakan Allah dan meninggalkan seluruh sesembahan selain Allah.

Kaum muslimin yang dimuliakan Allah, sesungguhnya kesyirikan adalah dosa dan kezhaliman yang paling besar.Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan akan mengampuni dosa yang levelnya di bawah syirik bagi orang yang Dia kehendaki” (QS. An Nisaa : 48)

Syaikh ‘Abdurrahman bin Hasan mengatakan, “Dari ayat ini jelaslah bahwa syirik adalah dosa yang paling besar karena Allah Ta’ala menerangkan bahwa Dia tidak akan mengampuni dosa syirik jika pelakunya tidak bertaubat. Hal tersebut mewajibkan hamba untuk merasa sangat takut terhadap kesyirikan. Karena kesyirikan adalah sejelek-jeleknya kejelekan, sezhalim-zhalimnya kezhaliman, merendahkan Rabb semesta alam, dan berlawanan dengan tujuan penciptaan makhluk” (Fathul Majid, hal. 75 dengan diringkas)

Maka wajib bagi seorang muslim untuk merasa takut dari kesyirikan. Dan seorang muslim yang benar-benar takut terjatuh ke dalam kesyirikan adalah seorang muslim yang mau mempelajari apa itu hakikat kesyirikan agar ia tidak terjatuh ke dalamnya. Sebagaimana ungkapa seorang penyair :
Aku mengetahui keburukan bukan untuk melakukannya,
tapi untuk menjauhinya…

Siapa yang tidak mengetahui keburukan dari kebaikan, dia akan terjatuh ke dalamnya…

Memahami hakikat kesyirikan
Syirik adalah menjadikan sekutu atau tandingan bagi Allah Ta’ala dalam salah satu hak khusus Allah.(Rāsaa-il fil ‘Aqidah, hal. 434). Hak khusus Allah meliputi sifat rububiyyah-Nya, uluhiyyah-Nya, dan nama dan sifat-Nya.

Kesyirikan dalam rububiyyah Allah
Rububiyyah Allah adalah segala hal yang berkaitan dengan perbuatan-perbuatan Allah, semisal menghidupkan, mematikan, memberi rizki, dan mengatur alam semesta.Maka, meyakini adanya pemberi rizki dan pengatur alam semesta ini selain Allah merupakan bentuk kesyirikan dalam rububiyyah Allah.

Contohnya, meyakini adanya “dewi kesuburan” yang menjaminkesuburan tumbuh-tumbuhan ataupun adanya jin penguasa laut adalah bentuk kesyirikan dalam rububiyyah Allah karena keyakinan akan adanya pemberi rizki,pengatur, dan penguasa alam selain Allah.

Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Allah yang menciptakan kalian, memberi kalian rizki, mematikan kalian, lalu menghidupkan kalian.Apakah ada diantara mereka yang kalian jadikan sekutu bagi Allah itu mampu melakukan hal-hal tersebut?Maha suci dan maha tinggi Allah dari apa yang mereka persekutukan” (QS. Ar Ruum : 30)

Kesyirikan dalam uluhiyyah Allah
Uluhiyyah Allah adalah segala hal yang berkaitan dengan ibadah seorang hamba.Syirik dalam uluhiyyah Allah berarti mempersembahkan ibadah kepada selain Allah. Untuk memahami syirik jenis ini, tentu harus mengetahui apa yang dimaksud dengan ibadah itu sendiri. Telah diketahui bahwa ibadah adalah segala apa yang Allah cintai dan ridhoi baik berupa perkataan maupun perbuatan, baik amalan anggota badan maupun amalan hati.

Bagaimanakah mengetahui bahwa Allah mencintai dan meridhoi suatu perbuatan?Jika Allah memerintahkan suatu perbuatan, atau menjanjikan pahala bagi yang mengerjakannya, atau memuji orang yang melakukannya, maka ini adalah tanda bahwa Allah mencintai perbuatan tersebut sehingga perbuatan tersebut termasuk ibadah yang tidak boleh ditujukan kepada selain Allah.

Maka, shalat, zakat, haji, berdo’a, istighotsah, rasa takut, rasa cinta, dan lainnya adalah diantara bentuk-bentuk ibadah, karena Allah memerintahkannya.Oleh karena itu, siapa yang shalat atau berdo’a kepada selain Allah, atau memiliki rasa takut dan cinta kepada seseorang sebagaimana takut dan cintanya kepada Allah, maka dia telah tergelincir dalam kesyirikan.

Allah berfirman (yang artinya), “Dan masjid-masjid adalah milik Allah, maka janganlah kalian berdo’a (beribadah) kepada apapun selain Allah disamping beribadah kepada-Nya“ (QS. Al Jin : 19).
Kesyirikan dalam nama dan sifat Allah

Kesyirikan dalam nama dan sifat Allah
Terjadi jika seseorang memberikan sifat kepada orang lain dengan sifat-sifat yang hanya dimiliki oleh Allah Ta’ala, seperti mensifati orang lain bahwa ia mengetahui ilmu ghaib. (Al Qaulul Mufiid fii Adillah At Tauhid, hal. 95)
Pembagian syirik

Secara umum, syirik terbagi 2, yakni syirik besar dan syirik kecil.Syirik besar mengeluarkan pelakunya dari Islam. Syirik besar terjadi jika seseorang meyakini adanya pencipta, pengatur, dan pemberi rizki selain Allah, atau menujukan salah satu jenis ibadah kepada selain Allah.Adapun syirik kecil adalah perbuatan yang ditegaskan oleh syari’at sebagai kesyirikan, atau perbuatan yang dapat menjadi perantara terjadinya syirik besar, tetapi tidak membuat pelakunya keluar dari Islam, semisal riya’, bersumpah dengan selain nama Allah, dan lainnya.

Baik yang besar maupun kecil, dosa syirik tetaplah tidak terampuni jika pelakunya belum bertaubat.Hal ini berdasarkan keumuman firman Allah (yang artinya), “Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan akan mengampuni dosa yang levelnya di bawah syirik bagi orang yang Dia kehendaki” (QS. An Nisa : 48). Hanya saja, pelaku syirik kecil tidak akan kekal di neraka, berbeda dengan syirik besar yang kekal di neraka.

Beberapa jenis kesyirikan
1. Syirik dalam ucapan
Syirik dalam ucapan adalah semua ucapan yang ditegaskan oleh syari’at Islam sebagai kesyirikan, seperti bersumpah dengan selain nama Allah, ucapan : “seandainya bukan karena Allah dan karenamu, pastilah jadinya tidak seperti ini”, dan lainnya. Kata “dan” menunjukkan kesetaraan antara Allah dengan manusia dalam berkehendak.Maka ini tergolong syirik kecil berdasarkan dalil yang ada.Jika kalimat “seandainya bukan karena Allah dan dirimu” saja bermasalah, bagaimanakah lagi dengan kalimat “seandainya bukan karena dokter, anak saya bisa kenapa-kenapa” ??
2. Syirik dalam rasa cinta

Syirik dalam rasa cinta terjadi jika seseorang mencintai sesuatu selain Allah sebagaimana rasa cintanya kepada Allah, bahkan lebih dahsyat lagi.Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan diantara manusia ada yang menjadikan tandingan selain Allah, mereka mencintai sesembahan tersebut seperti mencintai Allah” (QS. Al Baqarah : 165)

3. Syirik dalam rasa takut
Syirik dalam rasa takut terjadi jika seseorang takut terhadap sesuatu selain Allah –semisal jin, orang mati, atau yang lain- sebagaimana rasa takutnya kepada Allah, bahkan lebih dahsyat lagi. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Tidakkah kamu melihat orang-orang yang dikatakan kepada mereka : ‘Tahanlah tangan-tangan kalian, dirikanlah shalat, dan tunaikanlah zakat’. Maka ketika mereka diwajibkan berperang, tiba-tiba sebagian mereka (munafik) takut kepada manusia (musuh) sebagaimana takutnya mereka kepada Allah, bahkan lebih takut lagi” (QS. An Nisaa : 77)

4. Syirik dalam ketaatan
Syirik dalam ketaatan terjadi jika seseorang mematuhi orang lain dalam menghalalkan apa yang Allah haramkan dan mengharamkan apa yang Allah halalkan. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Mereka menjadikan ulama (yahudi) dan pendeta-pendetanya (nasrani) sebagai sesembahan selain Allah” (QS. At Taubah : 31). Yang dimaksud menjadikan sesembahan selain Allah pada ayat di atas adalah menaati orang lain dalam menghalalkan apa yang Allah haramkan dan mengharamkan apa yang Allah halalkan sebagaimana dalam sebuah hadits dari sahabat Adi bin Hatim Ath Thaa-i. (lihatAl Qaulul Mufiid fii Adillah At Tauhid, hal. 95-99 dengan perubahan)

Bahaya kesyirikan
Diantara bahaya kesyirikan adalah :
1. Dosa syirik tidak diampuni dan pelakunya kekal di neraka jika ia mati dalam keadaan belum bertaubat.

Hal ini berdasarkan surat An Nisa : 48 yang sudah disebutkan sebelumnya.
2. Surga diharamkan bagi orang musyrik.

Allah berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolongpun” (QS. Al Maa-idah : 72)

3. Kesyirikan menghapus semua amal shalih yang telah susah payah dilakukan.
Allah berfirman (yang artinya), “Seandainya mereka mempersekutukan Allah, niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang telah mereka kerjakan” (QS. Al An’am : 88)
Penutup

Sesungguhnya mempelajari hakikat kesyirikan adalah bagian yang tidak terpisahkan dari mempelajari tauhid.Dan kesyirikan ini banyak sekali jenisnya sehingga tidaklah mungkin dituangkan sepenuhnya dalam tulisan ringkas ini padahal bahayanya sangatlah besar.Maka seorang muslim hendaknya mengetahui bahaya kesyirikan ini dan mempelajari hakikat dan jenis-jenisnya agar tidak terjerumus ke dalamnya.

Syaikh Muhammad At Tamimi mengatakan, “Jika engkau sudah tahu bahwa kesyirikan jika mencampuriibadah, maka akan merusaknya, menghapus amal shalih, dan membuat orangyang melakukannya menjadi golongan orang-orang yang kekal di dalamneraka, maka engkau akan tahu bahwa yang paling penting bagimu adalah mengenalkesyirikan tersebut (agar terhindar darinya)” (lihat Al Qawa’id Al Arba’)

Semoga Allah menyelamatkan kita semua dari perangkap kesyirikan.Wallahu a’lam.

Penulis : Yananto Sulaimansyah
Muroja’ah : Ust. Afifi Abdul Wadud

Buletin.muslim.or.id