Diriwayatkan oleh Sufyan Ats-Tsuary Rahimahullah bahwa Abu Dzar Radhillahu
anhu berdiri di sisi Ka’bah seraya berkata : ” Wahai Manusia, saya adalah Jundab
Al-Ghifary Sahabat Rasulullah Shollalahu ‘Alayhi wa Sallam, kemarilah kalian
untuk menemui saudara kalian yang menasehati dengan penuh kasih sayang.” Maka
tatkala mereka berkumpul disekelilingnya, Abu Dzar bertanya: ”Bukankah kalian
tahu bahwa jika salah satu di antara kalian ingin berpergian maka dia akan
mempersiapkan bekal yang layak baginya dan menyampaikannya ke tempat yang ia
tuju?”
Mereka menjawab: ”Benar, memang demikian seharusnya wahai Abu Dzar.”
Abu Dzar pun berkata: ”Jika demikian, maka ketahuilah bahwa perjalanan di
hari kiamat lebih jauh dari apa yang kalian tuju di dunia ini, maka ambillah
bekal yang dapat menyelamatkan kalian.”
Mereka bertanya: ”Apakah bekal yang
layak kami persiapkan untuk perjalanan tersebut wahai sahabat Rasulullah
Shollalahu ‘Alayhi wa Sallam?” Beliau menjawab: ”Berhajilah kalian untuk
menghadapi urusan yang agung, shaumlah kalian di hari yang panas untuk
menghadapi lamanya berdiri di padang Mahsyar dan sholatlah dua rekaat di
kegelapan malam karena kubur itu menakutkan.” Mereka berkata: ”Semoga Allah
membalas kebaikanmu wahai Abu Dzar, tambahkanlah nasihat anda untuk kami.”
Lalu beliau menambahkan: ”Berkatalah dengan ucapan yang baik dan jangan
tanggapi ucapan buruk untuk menghadapi saat sendiri di padang Mahsyar,
bersedekalah dengan hartamu, agar kalian selamat dari kesusahan di hari
itu.”
Mereka berkata: ”Alangkah bagusnya nasehat anda wahai sahabat Rasulullah,
teruskanlah nasihat ini!” Beliau melanjutkan: ”Jadikan dunia untuk majelis dua
hal, majelis untuk memburu akhirat dan majelis untuk mencari yang halal. Adapun
yang ketiga, akan mendatangkan kemadharatan dan tiada memberikan manfaat bagimu.
Jadikan harta milikmu menjadi dua bagian. Bagian pertama sebagai nafkah yang
halal bagi keluargamu dan bagian kedua untuk bekal akhiratmu, selain itu akan
mendatangkan madharat bagimu dan tidak akan memberikan manfaat padamu.” Wahai
manusia, bisa jadi rasa tamak dapat membunuhmu sedangkan kamu tak mampu
mencegahnya.”
Sahabat yang agung ini telah menunaikan kewajiban dengan sebaik-baiknya,
mengutaraakan dengan tegas kalimat yang benar dimanapun beliau berada. Dalam
nasihatnya, beliau mengaitkan antara ibadah dengan akhlak. Beliau menyalurkan
harta pada tempat yang tepat, ikut andil dalam memperbaiki masyarakat, memenuhi
kebutuhannya dan melarang kebakhilan, menumpuk harta dan mengabdi kepada
harta
Sudah semestinya pedapatan itu berasal dari yang halal, kemudian digunakan
untuk nafkah yang wajib atau sedekah jariyah demi terealisasinya takaful (
bahu-membahu) dan keseimbangan dalam masyarakat muslim, sedangkan selain harta
yang demikian itu maka akan mendatangkan madharat dan tiada manfaat, sebagaimana
firman Allah Subhanahu wa Ta’Ala yang artinya :
”Dan siapa yang kikir sesungguhnya dia hanyalah kikir terhadap dirinya
sendiri dan Allah-lah yang maha kaya sedangkan kamulah orang yang berkehendak
(kepada-Nya).” (Muhammad : 38)
Demikianlah nasehat dari saudara yang menasihati dengan penuh kasih sayang
sebagaimana yang digambarkan Abu Dzar sendiri. Beliau menasihati mereka untuk
berbekal taqwa dan amal shalih. Lalu beliau memberikan rincian bekal yang
bermanfaat bagi mereka, yakni ibadah yang khusyu’ dan tulus, menjauhi bencana
lisan, mengarahkan semangat untuk mendapatkan yang halal, atau beramal untuk
akhirat. Sungguh tidak ada lagi kejujuran, nasihat dan kasih sayang yang lebih
besar dari itu
Diambil dari Kitab Haakadza.. Tahaddatsas Salaf , Dr. Musthafa Abdul
Wahid
Categories: Kisah Teladan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar